Kamis, 28 Agustus 2008

Cowok Pinter Tapi...

Terlihat di kejauhan Tiyar sedang memparkir jupiter mx nya yangberwarna merah. Aku sering sekali memperhatikan kelakuannya.
Setiap hari Tiyar nggak pernah terlambat datang ke sekolah. Bel tanda istirahat telah berdering. Aku, Ana dan Tina bergegas menuju kantin. Kita pengen makan bakso. Tau nggak sih kalau kita itu punya selera yang berbeda-beda. Ana suka bakso yang supeeerrr pedas. Tina suka bakso yang di kasih kecap dan sedikit sambal. Tina nggak suka saus sama kayak aku. Aku juga nggak suka saus. Selain itu aku juga nggak suka pedas. Ya maklumah namanya juga manusia pasti punya kesamaan dan ketidak samaan. “Tiyar itu pintar, tapi nggak mau bagi-bagi ilmu. Aku jadi BT banget sama dia.” Ana bicara pada kami sambil meminum teh manisnya. “Udahlah ngapain sih mikirin Tiyar yang pelit dan jutek kayak gitu? Mendingan mikirin Tomy. Udah ganteng, pinter, baik pula.” Jawab Tina sambil tersenyum membayangkan sosok Tomy. “Ya iyalah. Mending juga Tomy dari pada Tiyar. Tapi aku nggak ngerti deh kok bisa ya Tomy berteman baik sama Tiyar yang super ngeBT’in?” Kata Ana sensi. “Kalian kok malah ngejelekin Tiyar terus? Emangnya dia itu nggak punya sisi baik ya?” Aku membela. “Ngapain sih Nis kamu ngebalain Tiyar yang tampang aja pas-pasan dan jutek gitu?” Ana berkata dengan nada agak tinggi. “Aku tau dia kayak gitu, tapi setiap manusia punya sisi buruk dan sisi baik kan? Dan aku yakin di balik sikapnya yang begitu, dia pasti punya sisi yang baik dalam dirinya.” Aku meyakinkan sahabat-sahabatku. Sahabat-sahabatku hanya menatap ku bingung. Mereka seperti nggak percaya kalau aku bisa ngomong kayak gitu tadi.
Ketika bel pulang berdering, aku langsung pulang soalnya aku ada janji sama Mama mau pergi belanja. “Aku duluan ya girls? Bye...?” aku langsung menuju pintu gerbang. “An sekarang kok Nisa berubah ya, jadi lebih bersikap dewasa.” Tina memulai pembicaraan sambil berjalan pulang. “Ya itu kan merupakan kemajuan yang bagus. Selama ini dia hanya bisa mengolok-olok temannya saja, walaupun temannya itu emang pantes buat diolok-olok.” Jawab Tina. “Iya juga sih. Padahal dia dulu itu kalau ketemu sama Tiyar pasti bawaannya marah terus. Tapi serkarang dia malah ngebalain Tiyar? Aku jadi nggak ngerti deh sama sikap Nisa?” sambil menyibakkan rambutnya yang panjang. “Jangan-jangan Nisa suka sama Tiyar?” Tina menebak dengan asal. “Jangan ngaco deh. Nggak mungkin Nisa suka sama Tiyar. Kalau ketemu aja udah kayak harimau yang berebut makanan? Bisa jungkir balik nih dunia kalau mereka sampai jadian?” Ana mengungkapkan pendapatnya panjang lebar. Lalu mereka memutuskan untuk menanyakan hal itu lain kali.
* * * * *
Setelah aku jalan-jalan sama Mama, aku langsung tidur. Aku capek banget. Waktu jalan-jalan, aku juga beli coklat buat di bagikan ke temen-temen. Rencananya sih aku juga pengen ngasih Tiyar coklat. Aku sendiri juga bingung. Kenapa aku bisa suka sama cowok kayak Tiyar? Padahal masih banyak cowok pinter dan cakep yang naksir sama aku. Aku malah naksir sama Tiyar yang tampang aja pas-pasan tapi otaknya encer. Dulu aku sering banget ngritik dia. Soal gaya pakainnya, nada bicaranya yang kasar, dan banyak banget deh. Sampe-sampe aku pernah bilang ke diriku sendiri kalau aku nggak mungkin suka sama cowok kayak gitu. Ternyata sekarang aku dibuatnya tergila-gila. Sahabat-sahabatkupun nggak tahu kalau aku naksir dia. Ternyata omongan bisa jadi bomerang. Awalnya benci bisa jadi suka. Awalnya suka tapi jadi benci. Ya beginilah hidup. Kita nggak tahu apa yang terjadi nantinya pada kehidupan kita.
* * * * *
“Hi friend. Coba lihat aku bawa apaan buat kalian?” Kataku saat aku baru sampai di kelas. “Wah pasti makanan ya...” Kata Tina menebak. “Bener banget. Ini coklat buat kalian.” Aku membagikan coklat pada sahabat dan juga temen-temenku. “Thanks ya, tapi ada acara apaan nih?” Ana bertanya dengan penasaran. “Nggak ada acara apa-apa kok. Aku hanya sekedar pengen berbagi aja.” Aku berkata panjang lebar sambil melihat bangkunya Tiyar. Dia belum juga datang. Nggak biasanya dia terlambat. Aku putuskan untuk ngasih dia coklat pada waktu istirahat aja.
Saat istirahat, “Tiyar ini ada coklat buat kamu. Tinggal kamu aja yang belum kebagian.” Aku ngasih dia coklat yang agak beda dari yang lainnya dan berharap dia mau menerima itu. Tiyar menerima coklatku, tapi matanya maupun wajahnya sama sekali nggak ngelihat aku. Dia juga nggak bilang satu katapun. Belum juga aku pergi jauh, tapi Tiyar udah bikin aku sakit hati. Coklat yang aku kasih ternyata malah di kasihkan ke teman yang lain. Dan yang paling bikin aku jengkel adalah saat dia bilang ke temanku “Kamu mau coklat ini. Ambil aja aku nggak suka.” Tiyar kira aku nggak tahu apa yang dia omongin. Saat itu hatiku bener-bener hancur. Tega banget Tiyar ngelakuin ini sama aku. Emang segitu bencinyakah Tiyar sama aku? Saat aku menceritakan hal ini pada kedua sahabatku, Ana langsung emosi. “Dasar cowok nggak tahu di untung! Emangnya dia siapa, sok banget. Ganteng aja nggak, tajir aja nggak?” Ana begitu emosi dan ingin segera menuju kelas untuk nonjok Tiyar. Aku mengahalangi niat Ana yang begitu brutal. “Udah nggak usah emosi. Mendingan kita cari cara lain untuk mengetahui kenapa Tiyar ngelakuin itu.” Tina berkata dengan bijak. Hening sesaat. “Gimana kalau aku yang ngasih coklat ke Tiyar. Kalau dia terima itu dariku, berarti dia emang sebel sama Anis. Tapi kalau dia nolak, itu berarti dia nggak suka coklat.” Ana punya usulan yang begitu cemerlang. “Masak alasan nolaknya sesimpel itu? Lagian dia kan bisa bilang dengan halus dan nggak nyakitin perasaan cewek!” Kata Ana agak sewot. “Kalau gitu kita harus ngelakuin hal itu berulang kali. Tiga sampe empat kali kalau perlu.” Tina mencoba ngasih solusi. “Terus kalau kita udah ngasih, tapi ditolak semua gimana?” Aku ganti bertanya. “Itu berarti dia nggak pantas kita sebut sebagai teman.” Tina menjawab dengan lugas. “Yup bener banget.” Ana setuju dengan pendapat Tina. “Terus kalau misalnya dia nerima coklat dari salah satu diantara kita, berarti apa dong?” Aku tetap saja bingung. “Itu berarti dia suka sama yang ngasih coklat itu dan Tiyar beranggapan kalau orang itu pentes buat dijadikan teman.” Tina mencoba menjawab sekenanya. “Udah jangan banyak komentar. Kita buktikan aja dulu.” Ana mencoba menyudahi pembicaraan kita yang mulai ribet.
Satu minggu kemudian, kita mulai menjalankan rencana kita. Tina ngasih coklat yang sama ke Tiyar. Hasilnya sama saja. Coklat itu DI TOLAK. Waktu Tina yang ngasih, coklat itu langsung aja di taruh ke bangku temennya. Tanpa kata yang menyakitkan hati. Rencana ini nggak berhasil. “Kalau gitu tinggal Ana yang harus ngelakuin ini.” Kata Tina ketika kami lagi ada di taman belakang sekolah. “Tapi ngapain sih kita repot-repot ngelakuin hal yang nggak penting kayak gini?” Pertanyaan Ana membuatku sedikit kaget. Haruskah aku menjawab yang sejujurnya? Aku begitu bingung. “Ya untuk membuktikan bagaimana wataknya yang sebenarnya.” Tina mencoba menjawab. Untung aja Tina yang jawab duluan. “Terus kalau kita sudah tahu sikap dan wataknya, kita mau ngapain?” Ana melontarkan pertanyaan yang membuatku bingung. Sejenak kami terdiam. Lalu aku berkata “Aku pengen manjadikannya sebagai anggota gank kita.” Jawabku tiba-tiba. “What... nggak salah?” Tina dan Ana kaget sampai-sampai mereka menatapku dengan mata melotot. “Emang salah kalau aku pengen bersahabat dengan dia?” Aku membela. “Udah tau dia sebel sama kamu, kenapa kamu masih ngotot.” Ana sebal. “Ya aku pengen aja mengenal dia lebih jauh. Manusia kan punya perasaan jadi nggak mungkin kalau Tiyar itu jahat.” Aku mencoba memberi pengertian. “Aku nggak percaya sama alasan kamu. Kamu pasti punya perasaan khusus ke Tiyar.” Tiba-tiba Ana berkata dengan nada seperti menuduh. “Perasaan khusus?” Aku kaget. “Kamu harus cerita apa yang sebenarnya terjadi Nis.” Tina mencoba untuk berkata halus. “Ok. Aku akan bilang ke kalian semua. Aku suka Tiyar dan aku pengen tau gimana perasaan dia ke aku. Mangkanya aku ngelakuin ini semua.” Aku mengatakan apa yang telah menjadi rahasiaku selama ini. “Jadi bener kamu suka sama Tiyar?” Ana berkata sambil melipat kedua tangannya ke dada. “Maafkan aku. Aku nggak jujur sama kalian, tapi aku ngelakuin ini karena aku takut kalian mengejekku.” Aku menjelaskan panjang lebar dan bersedih. “Kita nggak akan ngejek kamu. Perasaan suka emang datang dengan sendirinya.” Tina mencoba menghibur. “Tapi, Nis katanya kamu nggak akan pernah suka sama sama Tiyar, kok sekarang kamu jadi gini sih?” Ana terlihat kesal dan kecewa. “Maafkan aku, tapi apa yang Tina bilang itu bener. Rasa suka dateng tanpa tau siapa yang akan kita sukai.” Aku merasa bersalah banget sama sahabatku. “Udahlah An maafin aja Nisa. Kitakan sahabatan udah lama. Masak sih bertengkar cuma gara-gara ini doang?” Tina menenangkan Ana. “Ya udahlah. Lagipula aku nggak bisa ngelarang siapapun untuk suka sama orang lain.” Tina berhasil membujuk Ana. “Jadi kalian maukan maafin aku?” Butiran air mata membasahi hidungku yang mancung lalu jatuh membasahi bibir mungilku. Kami saling memaafkan dan berpelukan. Sahabat-sahabatkupun sekarang tahu kalau aku suka sama Tiyar.
* * * * *
Beberapa hari kemudian Ana bagi-bagi mkanan. Kali ini Ana bawa kue coklat. Ana juga ngasih Tiyar kue. Waktu Ana ngasih kue, kue itu diterima, tapi ya seperti biasa nggak bilang terima kasih. Itu kue malah dikasih ke Tomy. Tomy bilang kue coklat buatan Ana enek banget. Rugi kalau nggak nyobain. Tiyar sama sekali nggak peduli. “Kamu kenapa Yar kok kayaknya kamu sebel sama mereka.” Ketika di bangku Tomy bertanya dengan penasaran. “Aku nggak suka sama mereka terutama Nisa. Dia udah ngejek aku didepan temen-temen. Kamu tahu itu kan?” Tiyar mencoba menjelaskan dengan menahan emosi. “Itu kan dulu Yar. Sekarang Nisa udah nggak ngejek kamu kan? Walaupun kamu belum juga berubah.” Tomy berkata dengan apa adanya. “Aku ya seperti ini. Susah buatku untuk berubah dan aku nggak suka dengan cara Nisa yang mengejekku.” Tiyar sebel dan meninggalkan Tomy.
Aku nggak sengaja mendegar percakapan mereka berdua. Aku sedih banget. Sepertinya aku udah nggak punya harapan untuk bisa deket sama Tiyar. Aku tahu aku emang salah tapi kenapa dia nggak ngasih aku kesempatan? Aku akhirnya pergi ke taman belakang sekolah dan aku menangis. Ana dan Tina tiba-tiba menghampiriku yang sedang duduk dibawah pohon mangga. “Lho Nis kamu kenapa nangis?” Tina panik. “Gara-gara Tiyar ya. Keterlaluan banget sih dia.” Ana sebel dan pergi menemui Tiyar. “An jangan. Mendingan kita dengerin dulu penjelasan Nisa.” Tina mengejar Ana. Merekapun mendengarkan ceritaku. “Aku emang salah udah memperlakukan Tiyar dulu. Mungkin ini yang aku terima atas perbuatanku. “ Aku sedih. “Cara kamu mungkin terbilang aneh, tapi kenpa sih dia mesti ngelakuin hal ini ke kamu?” Ana tetep aja sebel. “Aku pengen minta maaf ke dia, tapi setiap aku pengen ngomong dia terkesan nggak mau ngobrol sama aku.” Nisa menjadi begitu pasrah. “Kamu nggak usah sedih. Nanti kita bantu kamu buat minta maaf ke dia.” Ina mencoba memberiku solusi. “Kamu nggak usah nangis hanya karena Tiyar. Aku mau kekelas dulu.” Ana pergi ninggalin mereka berdua.
Ana pergi mencari Tiyar. Dia nggak ada di kelas atau di perpustakaan. Ternyata dia ada di kantin. “Tiyar aku pengen ngomong sama kamu.” Ana memasang wajah serius dan mengajaknya di tempat yang sedikit sepi. “Ngomong aja.” Jawab Tiyar dengan dingin. “Nisa sedih gara-gara kamu.” Ana marah. “Aku? Emang kenapa?” masih saja menjawab dengan dingin. “Dia itu sekarang udah berubah. Dia pengen baik sama kamu. Dia itu selalu belain kamu kalau kamu dijelek-jelekin sama orang lain. Tapi ternyata kamu malah menyakiti hatinya...!!!” memasang wajah penuh marah. “Itu karena dia udah nyakiti hatiku dan dia nggak pernah minta maaf.” Tiyar jengkel dan meninggalkan Ana. Tapi Ana segera mengejar Tiyar. “Asal kamu tahu, dia bingung gimana caranya minta maaf ke kamu. Kamu diajakin ngomong aja kasar dan nyuekin dia.” Ana berhasil mengejar Tiyar. Mereka berdua menghentikan langkah. Tiyar menatap Ana dengan pandangan yang berbeda. Tatapannya seperti tak percaya.
Setelah kejadian itu, Tiyar menjadi sedikit lebih baik. Dia sadar kalau ternyata sikapnya selama ini membuat Nisa jadi nggak berani minta maaf. Pulang sekolah Nisa bertemu Tiyar. Nggak biasanya Tiyar nyapa Nisa. “Pulang sendiri Nis?” Tiyar menyapaku saat di pintu gerbang. “Iya.” Aku menjawab dengan bingung. “Pulang bareng yuk.” Tiyar mengajakku pulang. Aku bener-bener nggak nyangka. “Boleh.” Aku menjawab dengan singkat. Aku nggak habis fikir kalau Tiyar jadi baik. Apa dia udah maafin aku ya? Sepanjang perjalanan kami terdiam. Aku nggak tahan kalau harus diem. “Yar maafin aku udah bikin kamu malu dan jadi sebel sama aku.” Di atas Jupiter Mx-nya aku mencoba memberanikan diri untuk bicara. “Aku udah nunggu permintaan maaf kamu. Lagi pula kamu udah baik sama aku. Jadi nggak ada salahnya kalau sekarang aku baik sama kamu.” Nada bicaranya menjadi lebi baik. “Thanks ya. Aku tahu kalau kamu itu pasti punya sisi baik.” Aku bahagia banget bisa mendapatkan maaf dari Tiyar. “Hati-hati ya Nis?” Tiyar bilang hati-hati saat aku udah nyampe di depan rumah. “Seharusnya aku yang bilang hati-hati.” Aku tersenyum pada Tiyar. Dia juga tersenyum padaku. Aku seneng banget bisa melihat Tiyar yang tersenyum. Dia kalau tersenyum manis banget kayak gula. Aku jadi nggak bisa tidur, kepikiran Tiyar terus. Malam itu diatas tempat tidurku yang berwarna biru baby aku menelfon kedua sahabatku. Merekapun kaget bercampur bahagia. Aku nggak akan pernah ngelupain peristiwa tadi siang.
Hari-hariku pun penuh dengan keceriaan. Aku udah nggak canggung lagi kalau ngobrol sama Tiyar. Yang ada malah rasa deg-degan karena rasa suka. “Yar, Tom kita pengen ngomong sama kalian.” Aku dan sahabat-sahabatku mengajak mereka ke kantin buat ngomong. “Mau ngomong apa?” Tanya Tomy penasaran. “Kita pengen kalian berdua jadi sahabat kita.” Aku menawarkan dengan tersenyum. “Iya maksudnya gabung sama Manggo Gank.” Tina menjelaskan. Tiyar dan Tomy masih berfikir dan terkesan kaget.”Udah jangan kebanyakan mikir.” Kata Ana sambil tersenyum.“ Siapa sih yang nggak mau gabung sama gank yang ceweknya cantik kayak kalian?” Tomy setuju untuk gabung. Kami memandang Tiyar yang masih bingung. “Iya aku juga ikut,” Tiyar memutuskan untuk gabung. Aku bahagia meskipun Tiyar hanya menjadi sahabatku. Sampai sekarang Tiyar nggak pernah tahu kalau aku suka sama dia. Tapi bagiku persahabatan adalah awal dari timbulnya rasa kasih sayang. Kami bergandengan tangan sambil tertawa bahagia.


TAMAT


Oleh : Lay_niez
Aku begitu mengharapkan dirimu oh kasih
Detik-detik kulalui dengan bayangmu
Ku harapkan dirimu selalu menemaniku
Saat ku bahagia dan saat ku sedih
Aku selalu mengharap kedatanganmu
Bersamamu aku bahagia
Bersamamu semangatku selalu bergelora

Aquarium Q

Gambar Animasi

myspace icons